Jumat, 19 Juni 2015

Puasa Ramadhan Menaklukkan Nafsu



Manusia dari masa ke masa mengalami zaman yang berbeda-beda, tetapi dengan nafsu dasar yang selalu sama dan akan selalu muncul dan “merusak” kehidupan yang ada.

Oleh karena itu, kita harus senantiasa berusaha agar puasa di bulan suci Ramadan memberikan nilai mendalam agar kita dapat menjalankan ibadah tersebut hingga mampu menaklukkan nafsu pribadi untuk membangun kehidupan yang positif.

Terutama bagi para pengendali kekuasaan, puasa perlu lebih bermakna karena kapasitas peran sosial yang mereka miliki. Khususnya puasa terhadap hasrat untuk mendominasi, untuk menguasai kaum lemah maupun hasrat untuk melakukan korupsi dan kolusi.

Sudah sering kita dengar bahwa hikmah puasa adalah untuk menaklukkan hawa nafsu manusia serta mempertinggi rasa persaudaraan kepada sesama. Namun pencapaian puasa tersebut bukanlah hal yang gampang, sehingga puasa disamakan dengan perang yang sangat berat.

Mengapa demikian, karena nafsu yang perlu dikendalikan dalam tinjauan agama, di antaranya nafsu lawamah atau nafsu serakah yang selalu ingin menumpuk harta benda, nafsu amarah yang berkonotasi mengejar kekuasaan tanpa batas, serta nafsu bahamiah atau nafsu kebinatangan yang mengejar lawan jenis tanpa norma dan kendali yang jelas.

Ketiga nafsu itu merupakan nafsu alami yang sudah melekat dalam jiwa manusia, sehingga memang akan sangat sulit untuk dilenyapkan, tetapi sesungguhnya bisa dikendalikan sesuai kaidah moral keagamaan.

Siapa yang dapat membantu mengendalikan nafsu tersebut, tak lain adalah kita sendiri. Oleh karena itu, bulan Ramadan adalah momentum yang paling tepat untuk mengadakan muasabah nafsi, yakni mengoreksi diri sendiri. Ketika melaksanakan shalat tahajud dan membaca ayat-ayat suci Alquran, perlu direnungkan apa kekurangan dan dosa-dosa yang sudah diperbuat sehingga bangsa ini banyak mendapat ujian dan cobaan.

Bagi para pemimpin, bulan puasa ini tepat dijadikan sarana mengevaluasi diri, apa kesalahan dalam memimpin, kekurangan apa dalam memberikan bimbingan-bimbingan kepada yang dipimpin. Ataukah kurang memberi contoh kepada yang dipimpin dalam bertindak adil atau dalam menegakkan hukum.

Hal yang juga penting dari puasa di bulan Ramadan adalah pengendalian diri dari kemewahan dan pemupukan kekayaan. Puasa mendidik kita untuk hidup hemat dan sederhana serta memikirkan kepentingan orang lain.

Sehingga kita bisa hidup prihatin dalam suasana perekonomian yang belum menguntungkan karena tingginya harga bahan pokok. Belum lagi yang hidup di bawah garis kemiskinan, mereka bahkan kekurangan makan dan minum.

Tidak memiliki tempat tinggal tetap, bahkan digusur dari permukimannya. Yang lemah selalu menjadi korban yang kuat.

Beragam alasan memicu ketidakadilan sosial ekonomi. Namun yang paling parah, disebabkan oleh praktik korupsi, kolusi dan nepotisme alias koneksi yang tidak sehat.

Masih masuk akal jika korupsi kecil-kecilan dilakukan karena penghasilan tidak memadai dan tidak adil. Sungguh suatu keserakahan jika korupsi, kolusi dan nepotisme dilakukan oleh para pemegang kekuasaan, wewenang, dan kesempatan.

Saat ini, tidak bosan-bosannya imbauan agar ibadah puasa bisa menumbuhkan rasa penyesalan, pertobatan, niat dan amal baik terutama dilakukan oleh individu. Niat perbaikan diperbarui oleh mereka yang mempunyai posisi di pemerintahan, publik, dan posisi-posisi menentukan.

Sekarang, tinggal bagaimana komitmen untuk melakukan perubahan, terhadap diri kita, lingkungan kita, atau bangsa kita. Allah swt telah memberikan kita kesempatan bertemu dengan bulan suci Ramadan. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar