Sabtu, 20 Juni 2015

Riya



Riya’ adalah salah satu sifat yang sangat dibenci Allah Swt, sifat ini bisa menjauhkan kita dari rahmat Allah, kasih sayang Allah.
Nabi Muhammad Saw sampai menamakan sifat riya’ini adalah Syirik yang kecil atau syirik yang tersembunyi.
Arti dari pada Riya’ yaitu : Ingin mendapat kedudukan dihati manusia dengan amalan akhirat yang dia lakukan, seperti puasa, shodaqoh, haji, membaca Alqur’an dan lain-lainnya tapi itu semua dia lakukan hanya ingin dipandang oleh manusia dan hanya ingin mendapatkan pujian dari manusia. Ini sifat yang sangat tercela, maka semua amal-amalnya itu di tolak Allah, tidak di terima Allah Swt.
Apa pun amal yang kita lakukan, tidak lain dan bukan hanya ingin dipandang Allah, hanya Allah yang bisa memberikan pahala buat kita, hanya Allah Swt yang memberikan ganjaran kepada kita, jangan sekali-sekali amal baik kita ini hanya ingin dipuji oleh manusia dan jangan tertipu dengan pujian manusia.

Allah Swt berkata : Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: “Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa.” Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya.” ( Al Kahfi 110 )
Di dalam ayat yang mulia itu Allah sangat jelas menerangkan kepada kita kalau kita beramal tapi berharap dipandang dan di puji selain Allah Swt maka kita bersifat riya’ dan itu adalah sifat syirik kecil, dan sangat berbahaya buat kita di akhirat nanti.
Kita beramal untuk tanaman kita nanti di akhirat.

Allah Swt berkata : Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di akhirat ( As Syuura 20 )

Ayat diatas sangat jelas wahai hamba-hamba Allah, kalau kita beramal akan tetapi mengharap pujian manusia maka Allah swt akan berikan itu di dunia akan tetapi dia tidak akan mendapat bagian apa-apa di akhirat Allah Swt.

Seperti ibadah sholat yang kita lakukan setiap hari lakukanlah hanya untuk Allah, baik ketika kita sholat sendiri atau pun ketika ada orang di sekitar kita, ibadahlah hanya untuk yang mulia Allah.
Allah Swt berfirman : Maka celakahlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya,dan enggan (menolong dengan) barang berguna ( Al Maa’uun 4-7 ).

Nabi Muhammad Saw berkata : Aku tidak bertanggung jawab kepada orang-ornag yang bersifat Riya’

Nabi Muhammad Saw berkata dalam hadistnya yang mulia : Siapa orang yang berpuasa hanya ingin di lihat orang maka itu adalah Riya’,
Siapa orang yang sholat hanya ingin di lihat orang maka itu adalah Riya’, Siapa orang yang bersedekah hanya ingin di lihat orang maka itu adalah Riya’.( Al Imam Ahmad )

Jauhkanlah sifat yang tercela itu dari dalam diri kita, apapun yang kita lakukan, niatkan semuanya itu hanya untuk Allah swt, dan kita minta kepada Allah agar Allah Swt menjauhkan kita dari sifat yang sangat tidak baik itu agar kita terjaga didunia dan di akhirat, dan kita selalu mendapat kasih sayang Allah yang esa.

Beberapa Sifat Riya’ Yang Perlu Diwaspadai

Pintu-pintu yang mengantarkan kepada riya’ (ingin dipuji manusia) sangat banyak sekali, kita berlindung kepada Alloh darinya.
Jenis-jenis tersebut adalah sebagai berikut :

1. Memang keinginan seorang hamba tersebut untuk selain Alloh. Dia ingin dan senang apabila diketahui oleh orang lain bahwa ia telah
melakukan hal tersebut dan sama sekali tidak meniatkan ikhlas untuk Alloh ‘azza wa jalla, kita berlindung kepada Alloh dari yang seperti
itu. Jenis ini termasuk nifak.

2. Pada awalnya niat dan tujuan hamba tadi untuk Alloh, namun apabila dilihat oleh manusia ia tambah giat dalam ibadahnya dan memperindah
seindah-indahnya. Ini termasuk syirik yang tersembunyi. Nabi sholallohu ‘alaihi wasallam bersabda : “Wahai sekalian manusia,
jauhilah kesyirikan yang tersembunyi!” Para shahabat bertanya, “Wahai Rosulullah, apa itu syirik yang tersembunyi?” Beliau menjawab, “Seseorang bangkit melakukan sholat kemudian dia bersungguh-sungguh memperindah sholatnya karena dilihat manusia.
Itulah yang disebut dengan syirik yang tersembunyi.” [HR. Ibnu Khuzaimah dan Baihaqi]

3. Seorang hamba pada awal masuk memulai ibadah, ia lakukan untuk Alloh dan keluar dari ibadah itu untuk Alloh, kemudian ia menjadi
terkenal dengan ibadah itu serta dipuji, ia pun merasa senang dengan hal itu dan berangan-angan para manusia memuji dan memuliakannya.
Disamping itu dia pun mendapatkan apa yang dia inginkan dari harta benda dunia. Kesenangan dan keinginan untuk mendapatkan yang lebih
serta mencapai apa yang diimpikannya ini menunjukkan riya’ tersembunyi yang ada pada dirinya.

4. Dan disana ada riya’ yang bersifat badaniyah, seperti orang yang menampakkan kepucatan dan kekurusannya agar dilihat oleh manusia bahwa
dia itu seorang ahli ibadah yang telah dikalahkan oleh ketakutan terhadap akhirat. Terkadang juga dengan merendahkan suara dan
kekeringan bibirnya agar disangka oleh manusia bahwa ia sedang berpuasa.

5. Riya’ dari segi pakaian dan trend mode, seperti orang yang mengenakan pakaian yang penuh tambalan agar disangka oleh manusia
bahwa dia seorang yang zuhud terhadap dunia, atau mengenakan pakaian jubah tertentu yang biasa dipakai oleh para ulama. Ia memakai pakaian
itu agar dikatakan sebagai orang yang alim.

6. Riya’ dengan ucapan. Mayoritasnya ini adalah riya’ yang menjangkiti para ahli agama, penasehat dan pemberi wejangan, dan orang yang
menghafal kabar dan hadits untuk berdiskusi, debat dan jidal serta menampakkan kedalaman ilmunya.

7. Riya’ dalam amalan, seperti orang yang riya’ dalam sholatnya dengan memperpanjang sholat, ruku’ dan sujudnya, menampakkan kekhusyu’an, dan
orang yang riya’ dalam ibadah puasa, haji dan shodaqoh.

8. Riya’ dengan jumlah shahabat dan pengunjung, seperti orang yang memberatkan diri agar dikunjungi oleh seorang yang alim, agar
dikatakan bahwa fulan telah mengunjungi si fulan, dan mengundang manusia agar mengunjunginya supaya dikatakan bahwa dia seorang tokoh
agama yang sering didatangi oleh manusia.

9. Riya’ dengan mencela dirinya sendiri dengan tujuan agar dilihat oleh manusia bahwa dia orang yang tawadhu’, sehingga kedudukan dia
terangkat di sisi mereka yang akhirnya memuji dan menyanjungnya. Ini termasuk kelembutan (tersembunyinya) pintu-pintu riya’.

10. Diantara kelembutan dan kesamaran riya’ adalah seseorang menyembunyikan amalannya, dimana dia tidak menghendaki ada orang lain
yang melihatnya dan tidak senang ketaatannya nampak. Akan tetapi, apabila dilihat oleh manusia ia senang apabila manusia mengucapkan
salam terlebih dahulu kepadanya, menciumnya dengan penuh kegembiraan dan penghormatan, memujinya, semangat memenuhi kebutuhannya dan
mendapatkan keringanan dalam jual beli. Apabila dia tidak menjumpai itu semua, ia merasakan rasa sakit yang mendalam dalam dirinya,
seakan-akan dia mengharuskan adanya penghormatan atas ketaatan yang dia sembunyikan.

11. Diantara kelembutan riya’ adalah menjadikan ikhlas sebagai wasilah untuk mendapatkan apa yang menjadi keinginannya. Syaikhul Islam Ibnu

Taimiyyah mengatakan, “Dihikayatkan dari Abu Hamid Al-Ghazali bahwasanya telah sampai
kepadanya kabar bahwa barangsiapa yang ikhlas kepada Alloh selama empat puluh hari, niscaya akan terpancar hikmah dari hatinya melalui
lisannya. Ia berkata, ‘Aku telah berbuat ikhlas selama empat puluh hari, namun tidak juga terpancar hikmah sedikitpun’. Kemudian aku ceritakan hal itu kepada orang-orang yang arif, mereka mengatakan kepadaku, ‘Karena kamu berbuat ikhlas untuk mendapatkan HIKMAH, bukan
ikhlas karena ALLOH!” [lihatlah "Dar-ut Ta'arudl Al-Aql wan Naql" karya Ibnu Taimiyyah (6/66), "Minhajul Qasidin" hal 214-221, "Al-Ikhlas" karya Al-Awaiysyah hal.24, "Al-Ikhlas wa Asy-Syirik" karya Dr. Abdul Aziz bin Abdul Lathif hal.9 dan "Ar-Riya" karya Salim Al-Hilali hal.17] Yang demikian itu dikarenakan tujuan manusia berbuat ikhlas untuk mendapatkan kelembutan dan hikmah, atau untuk mendapatkan pengagungan dan pujian manusia, atau tujuan-tujuan yang lainnya. Sedang amal ini tidaklah dilakukan dengan ikhlas kepada Alloh ‘azza wa jalla dan mengharap wajah-Nya, akan tetapi terjadi amalan itu untuk mendapatkan tujuan-tujuannya.
Semoga Alloh melindungi kita dari sifat Riya’ ini


Bahaya sifat riya


Sifat riya (pamer) merupakan salah satu sifat tercela yang dapat menjebloskan pelakunya ke dalam api neraka, walaupun mungkin saja ketika di dunia orang-orang mengenalnya sebagai seorang alim atau seorang ahli ibadah.






Dibawah ini sebuah hadits yang menceritakan tentang tiga orang yang pertama kali dimasukkan ke dalam Neraka Jahannam karena mereka riya dalam beribadah:

Sabda Rasulullah Saw. yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra., bahwasanya beliau mengatakan:

“Orang pertama yang dipanggil pada Hari Kiamat kelak adalah orang yang mengumpulkan al-Qur’an dalam satu kitab, orang yang berperang di jalan Allah Swt. dan orang yang memiliki banyak harta.”

Kemudian Allah Swt. bertanya kepada pembaca al-Qur’an: “Tidakkah Aku telah mengajarimu apa yang Aku turunkan kepada Rasul-Ku?”

Si pembaca menjawab: “Tentu, wahai Tuhanku!”

Allah bertanya kedua kali: “Apa yang telah engkau perbuat sesuai dengan apa yang engkau ketahui?”

Ia menjawab: “Wahai Tuhanku, aku telah melakukannya siang dan malam.”

Lalu Allah berfirman, “Engkau berbohong.” Malaikat juga mengatakan, “Engkau berbohong.”

Allah berfirman lagi: “Bahkan engkau ingin dikatakan orang lain sebagai pembaca al-Qur’an, hingga hal itu telah dikatakannya.:

Lalu didatangkan di hadapan Allah, orang yang memiliki banyak harta.

Kemudian dikatakan kepadanya: “Tidakkah Aku lapangkan rezekimu, sehingga engkau tidak membutuhkan orang lain?”

Si pemilik kekayaan menjawab: “Tentu, wahai Tuhanku.”

Allah bertanya lagi: “Apa yang telah engkau perbuat dengan kekayaan yang telah Aku berikan kepadamu?”

Ia menjawab: “Aku menyambung tali persaudaraan dan bersedekah.”

Kemudian Allah berfirman: “Engkau berbohong.” Malaikat pun menyatakan: “Engkau berbohong.”

Allah pun berfirman lagi: “Bahkan engkau ingin dikatakan orang lain sebagai dermawan, hingga hal itu telah dikatakannya.”

Selanjutnya didatangkan di hadapan Allah, orang yang mati syahid.

Allah bertanya: “Apa yang telah engkau lakukan?”

Ia menjawab: “Aku diperintahkan untuk berjihad di jalan-Mu. Aku berperang, hingga mati syahid.”

Allah berfirman: “Engkau berbohong.” Malaikat pun menyatakan: “Engkau berbohong.”

Kemudian Allah membuka kedoknya, “Bahkan engkau ingin disebut sebagai pemberani.”

Setelah itu, Rasulullah Saw. menepukkan tangannya di kedua lututku seraya bersabda: “Wahai Abu Hurairah, mereka adalah orang yang pertama yang diceburkan ke dalam Neraka Jahannam.”

Astaghfirullah. Semoga Allah Swt. melindungi serta menjauhkan kita dari sifat riya.

Riya Menjelma Syirik


Riya adalah sifat tercela, ia sangat membahayakan perjalanan seorang salik (pejalan menuju Allah), karena bisa memberangus nilai ibadahnya. Bahkan riya dikatagorikan syirik khafi (tersembunyi).

Hasrat mendapatkan sesuatu dari makhluk, sebagai wujud riya yang dapat mengotori niat ibadah seseorang. Riya juga dapat membuat seseorang jadi munafik bahkan menjadi musyrik. Karena itu berhati-hatilah dengan sifat riya yang sangat membahayakan.

Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekaliE (An Nisaa': 142)

Bahaya riya

Setiap manusia mempunyai kecenderungan ingin dipuji, dan keinginan itu merupakan proses pembentukan riya dalam diri seseorang. Sifat riya sangat lembut dan halus, bagaikan gumpalan asap yang memenuhi jiwa dan mengalir kesegenap pembuluh darah, dampaknya dapat menutup pandangan akal dan iman seseorang. Bila sifat itu dibiarkan berkembang mewarnai hidupnya, maka sudah dapat dipastikan, tidak mampu membendung riya menjelma jadi syirik. Sabda Nabi saw. yang diriwayatkan oleh Adz Dzahabi.

Maka takutlah kamu sekalian akan riya, karena sessungguhnya riya itu adalah menyekutukan (syirik) kepada Allah

Sifat riya sangat berbahaya bagi orang yang menjalankan ibadah, karena menelusup ke sela-sela niat. Padahal niat merupakan pangkal dari murni tidaknya suatu ibadah. Bila amal ibadah seseorang tidak mencerminkan kemurnian (keikhlasan), akan sia-sia. Sebab, Allah tidak pernah menyuruh hamba-hamba-Nya untuk berbuat ibadah, kecuali yang dilandasi niatan ikhlas (murni).
Sesungguhnya setiap amal ibadah seorang hamba, tidak dilihat dari sisi lahiriahnya, melainkan apa yang terlintas dalam hatinya, yaitu niatan ikhlas.
Barangsiapa mencampur adukkan niat ibadah dengan keinginan nafsunya, sekalipun surga yang diinginkannya, niscaya gugurlah segala amal ibadahnya. Pahala dan surga adalah makhluk Allah. Mengapa masih mengharap sesuatu selain Allah.

Maka perumpamaan orang (yang beramal serta riya) itu seperti batu licin yang diatasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, Allah menjadikan dia bersih (tidak bertanah) (Al Baqarah : 264 )

Mengapa harus mencari pujian dan sanjungan dari makhluk. Bukankah setiap perbuatan yang bersifat baik dan terpuji, dengan sendirinya pasti terpuji dan tersanjung. Begitu pula sebaliknya, setiap perbuatan yang tercela, walau berusaha mencari pujian dan sanjungan, tetap saja tercela. Yang sudah pasti, Allah tidak menerima amal ibadah yang disertai pamrih. Karena Allah Dzat Yang Suci. Seseorang yang mengharap perjumpaan dengan-Nya, hendaklah memakai
busana yang suci lahir dan batin.
Karena itu, barangsiapa beribadah mencari selain Allah, seperti popularitas, mengharap puji dan sanjung, Allah akan meninggalkan dan tidak peduli pada amal ibadahnya orang-orang yang bersifat riya.
Perlu digaris bawahi, Allah tidak mau “dimaduE(didua-kan). Allah adalah Dzat yang Esa. Ia tidak butuh amal ibadah seorang hamba yang menduakan-Nya. Siapa pun mengerjakan ibadah yang disertai riya, berarti telah menyekutukan Allah alias syirik.

 Riya dalam Shalat

Tumbuh riya pada jiwa orang yang shalatnya diawali motivasi mengharap sesuatu dari manusia, Misalnya melakukan shalat, dengan harapan dikenal sebagai orang yang shaleh dan ahli ibadah. Atau mendirikan shalat karena ingin dikenang sebagai orang yang mendekatkan diri kepada Allah (taqarrub).
Seseorang tidak akan mengetahui  riya yang tumbuh pada jiwa orang lain, karena sifat riya sangat halus dan lembut. Ia menelusup dalam diri setiap manusia. Tidak ada yang mengetahui riya, kecuali diri orang yang bersifat riya.
Sifat riya pada orang yang melakukan shalat dapat muncul dari awal persiapan sampai akhir shalat. Shalatnya menjadi tidak khusyu’ dan tidak bernilai, sebab shalatnya tidak dilakukan dengan tulus dan murni karena panggilan Allah.
Sungguh sangat tercela, shalat orang yang dilandasi dengan riya.

Betapa nista orang yang dapat dikelabui oleh setan, dengan pandangan dan bayangan kemuliaan. Sungguh celaka orang yang mengotori niat shalatnya dan melalaikan seruan Rasulullah saw.

Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk bershalat, mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) dihadapan manusia. Dan
tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali (An Nisaa': 142).

Rasulullah saw. bersabda :
Barangsiapa yang menyempurnakan shalatnya ketika dilihat manusia dan menguranginya diwaktu sendirian. Maka itulah penghinaan terhadap Tuhannya (Allah)E (HR. At Thabrani dan Al Baihaqi)

Riya saat zakat

Sifat riya juga tumbuh pada jiwa orang yang memiliki harta, sifat tersebut dapat merubah seseorang menjadi kikir. Zakat dan sedekah yang ditunaikan acap kali diwarnai sifat riya. Tidak ada zakat dan sedekah baginya, kecuali hasrat dipuji dan disanjung.
Ciri-ciri orang semacam itu, saat memberi selalu disertai kata-kata yang menyakitkan hati si penerima. Cara menghitung zakat harta, zakat infak, zakat fitrah dan zakat lainnya, cenderung menyimpang dari ketetapkan syari’at Islam.
Orang yang menafkahkan hartanya karena riya, bukan termasuk golongan orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian. Bahkan mereka termasuk golongan orang  yang merugi. Karena mereka telah mengambil setan-setan
dari jenis manusia sebagai temannya. Padahal setan adalah seburuk-buruk teman bagi manusia.

Dan (juga) orang-orang yang menafkahkan harta-harta mereka karena riya kepada manusia, dan orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan kepada hari kemudian. Barangsiapa yang mengambil setan itu menjadi temannya, maka setan itu adalah teman yang seburuk-buruknyaE (An Nisaa': 38).

Riya saat ibadah

Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang keluar dari kampungnya dengan rasa angkuh dan dengan maksud riya kepada manusia serta menghalangi (orang) dari  jalan  AllahE  Dan  (ilmu)  Allah meliputi apa yang mereka
kerjakan. (Al Anfaal: 47).

Kemurahan Allah tercurah pada setiap orang yang mengamalkan ibadah. Apapun yang diniatkan dalam melaksanakan ibadah, niscaya akan dapat
hasilnya sesuai dengan niatannya.

Sebagaimana Nabi saw bersabda:
Barangsiapa yang beramal karena ingin didengar (cari popularitas), maka Allah akan mendengarkannya. Dan barangsiapa yang beramal karena ingin dilihat (mencari puji dan penghormatan), maka Allah akan memperlihatkannya.E (HR. Muslim bersumber dari Ibnu ’Abbas. ra.)
Dan sesungguhnya bagi setiap amal manusia akan mendapatkan apa yang diniatkan”. (HR. Bukhari bersumber dari Umar bin Khaththab ra.)

Riya akan menghanguskan semua amal ibadah yang telah dilakukan dengan susah payah. Sifat riya juga dapat tumbuh subur di lingkungan santri, dengan mengajak berangan-angan menjadi ulama besar dan terhormat yang disegani
masyarakat. Bukan bercita-cita menjadi hamba Allah yang shaleh, tetapi cenderung menginginkan kemuliaan di dunia dan kemegahan derajat.
Begitu pula di kalangan ahli zikir, sifat riya tumbuh dengan lintasan jiwa ingin meraih aura ruhani, sehingga mampu mengelabui di setiap desah zikirnya. Bahkan jiwanya akan membujuk hati untuk mempercepat zikir bahkan menuntut keistimewaan atau “karomahE  Bagi ahli zikir, tak ada hijab yang menjelma syirik, kecuali riya’. Karena itu ikhlaskan niat agar benar-benar bersih dari noda syirik.

Aku tidak butuh sekutu dalam segala-galanya. Karena itu barangsiapa yang mengamalkan suatu amalan, lalu dia menyekutukan-Ku dalam amalnya itu dengan selain-Ku, maka Aku tinggalkan amalnya itu padanya dan pada sekutunya. (Hadis Riwayat Muslim. Dari Abu Hurairah ra).

Penawar sifat riya

Penawar sifat riya sesungguhnya ada pada diri orang yang bersangkutan. Yaitu dengan menyingkirkan segala keinginan yang bersifat duniawi maupun ruhani, karena semua itu hanyalah hiasan bagi orang yang sedang menuju
Allah.

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepadanya dalam menjalankan agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat dan yang demikian itulah agama yang lurus” (Al Bayyinah: 5).
Maka satu-satunya jalan menuju keselamatan hati adalah mawas diri, dan mengikis habis sifat-sifat tercela terutama riya. Tentu dengan cara senantiasa melatih dan meningkatkan kadar keimanan.

Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang keluar dari kampungnya dengan rasa angkuh dan dengan maksud riya kepada manusia serta menghalangi (orang) dari jalan Allah. Dan (ilmu) Allah meliputi apa yang mereka
kerjakan.E(Al Anfaal: 47).

Merupakan karakter dasar manusia yang selalu ingin dipuji dan dihormati, sehingga riya berkembang dalam diri. Namun bagi orang yang memiliki kesadaran diri, kesadaran spiritual, dan keimanan yang  baik yang menyadari
bahwa hanya Allah yang berhak dipuji dan menerima pujian dari setiap makhluk.
Hanya Dia-lah Dzat yang patut dipuji. Apabila hasrat ingin dipuji muncul di dalam hati dan sulit dikendalikan maka ingatlah kepada Allah swt. dan tumbuhkan niat ikhlas dalam beribadah kepada-Nya.
Barangsiapa yang hendak meraih kemuliaan dan kebesaran Tuhannya di dunia maupun di akhirat, beramallah dengan amalan-amalan yang baik (shaleh) dengan memurnikan akidahnya dalam beribadah kepadaNya, dan tidak syirik dengan sesuatu apapun. Allah adalah Dzat yang Esa, maka Allah cinta kepada hamba-hamba-Nya yang mengesakan niatnya dalam melaksanakan amal ibadah yang diserukan-Nya. Itu sebagai tanda bersih hatinya dari sifat riya. Jika hati
tidak bersih dari sifat tersebut, maka riya akan menjelma jadi syirik.

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.
Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (An Nisaa': 48)


Kalam Hikmah :

Setiap manusia mempunyai kecenderungan ingin dipuji, dan keinginan itu merupakan proses pembentukan riya dalam diri seseorang.
Jika hati tidak bersih dari sifat tersebut, maka riya akan menjelma jadi syirik.
Mengapa harus mencari pujian dan sanjungan dari makhluk. Bukankah setiap perbuatan yang bersifat baik dan terpuji, dengan sendirinya pasti terpuji dan tersanjung.
Riya akan menghanguskan semua amal ibadah yang telah dilakukan dengan susah payah.

Belakangan ini saya terus berpikir dan merenung-renung, apakah amaliah yang saya lakuka selama ini bisa dikategorikan ikhlas atau tidak. Masalahnya setiap kali saya shalat subuh di musollah, kadangkala hanya sendirian.

Setelah itu, siang atau keesokan harinya saya mempertanyakan pada pengurus musollah, kenapa dia tidak datang shalat berjamaah di musollah, dan saya katakan sampai-sampai saya harus sendirian menjadi muadzin, iqamat, imam, makmum dan menutup musollah sendiri lagi. Setiap saat saya shalat sendirian, timbul keinginan untuk mempertanyakan lagi ke pengurus dan seorang yang dipandang sebagai ustad di sana.

Apa sikap saya ini bisa dikategorikan tidak ikhlas. Lantas sering saya menyampaikan berbagai aktivitas saya terkait dengan aktivitas dakwah yang saya lakukan. Walaupun yang saya katakan itu benar adanya, tapi apakah itu dibolehkan.

Saya sering merenung-renung. apa saya sudah ikhlas dalam beribadah kepada Allah. Kalau belum bagaimana caranya agar saya betul-betul menjadi hamba Allah yang ikhlas. Saya khawatir semua amaliah yang saya lakukan selama ini menjadi riya, dan jauh dari ikhlas.





1 komentar:

  1. […] Posted on 21 Juni 2015 | Meninggalkan komentar Shodaqoh adalah memberikan sesuatu kebaikan berupa barang atau perbuatan kepada orang lain. dengan tujuan menggembirakan atau membantu orang lain yang sangat membutuhkan pertolongan, Dengan demikian shodaqoh maknanya luas mencakup seluruh kebaikan, berupa perkataan atau perbuatan. Shodaqoh yang kita berikan hendaknya dilakukan sebagai rasa syukur kepada Allah atas nikmat yang telah diberikan kepada kita. Shodaqoh hendaknya dilakukan dengan niat yang ichklas beribadah semata maka karena Allah SWT, Karena Niat adalah dasar segala perbuatan, oleh karena itu setiap perbuatan manusia diterima tidaknya disisi Allah sebatas niatnya, maka barangsiapa mengerjakan suatu pekerjaan niatnya murni karena Allah dan mengharapkan ganjaran akhirat, sedang perbuatannya itu sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka amalnya akan diterima oleh Allah. selengkapnya baca Kekuatan Shodaqoh Hati-hati Shodaqoh sangat dekat dengan Riya‘ […]

    BalasHapus