Minggu, 21 Juni 2015

Menambah Daftar Haram



Ketika Ulama gemar menambah daftar haramdosa merokok ” :
Kita suka menggunakan redaksi yang berbeda untuk menyatakan sesuatu perbuatan tidak disukai atau negatif. Salah satu redaksi itu adalah haram. Doeloe guru ajarkan kepada kita, bahwa yang dimaksud haram ialah perbuatan yang jika ditinggalkan mendapat pahala dan jika dilakukan mendapat dosa…

Kebalikan dari haram adalah wajib. Hal-hal yang diharamkan oleh Alquran tidak banyak; atau, dapat dihitung jari. Yang populer keharamannya karena Alquran menyebutnya langsung memakai redaksi haram adalah, misalnya, bangkai, darah, daging babi, sembelihan tidak dengan nama Allah.

Ada juga perbuatan yang berkaitan dengan kegiatan ekonomi, oleh Alquran keharamannya dinyatakan dengan redaksi haram, misalnya, riba. Dengan memakai redaksi haram, Alquran menyatakan haramnya pembunuhan atas satu jiwa tanpa dasar yang dibenarkan. Dengan redaksi haram, Alquran menyatakan haram menangkap buruan binatang darat selama dalam ihram.

Di samping itu, ada perbuatan yang dikenal luas keharamannya oleh umat Islam, meski Alquran tidak memakai redaksi haram, melainkan redaksi “rijs” (keji) dan “amal (perbuatan) syetan” untuk mencela perbuatan itu. Di antara perbuatan yang disebut “rijs” dan “amal syetan” ialah khamar, judi, keberhalaan (al-anshab), dan mengundi nasib dengan panah (al-azlam).

Hal yang serupa, yaitu bahwa keharaman zina tidak dinyatakan dengan redaksi haram, melainkan dengan redaksi-redaksi, misalnya “la taqrabuw al-zina” (jangan kalian mendekati zina), atau “… barang siapa yang melakukannya, niscaya “yalk atsaman” (dia mendapat dosa), atau “fahisyah” (keji), dan “sa-a sabila” (jalan yang buruk), atau penyamaan penzina laki-laki dengan laki-laki musyrik dan penzina perempuan dengan perempuan musyrik (Alquran/24: 3).

Amboi, ternyata Alquran memiliki redaksi yang amat kaya untuk menyatakan sesuatu perbuatan atau hal yang negatif. Tidak hanya memakai redaksi haram. Dan, yang dinyatakan haram oleh Alquran, seperti sudah dinyatakan, tidak banyak. Ulamalah yang suka menambah daftar haram melebihi yang dinyatakan Alquran.

Kenapa kita tidak belajar dari Alquran yang memakai gaya bahasa yang kaya di dalam mencela sesuatu hal atau perbuatan. Apa tidak sebaiknya rokok dan merokok dinyatakan saja sebagai barang dan perbuatan makruh.

Atau dalam bahasa pergaulan artinya “perbuatan sia-sia”, atau “dapat merugikan orang lain”, “ada manfaatnya, tapi mudaratnya lebih besar”, “merusak kesehatan secara berangsur”, “tidak memperbaiki pendapatan perokok yang pendapatannya pas-pasan”, dan lain-lain. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar