Minggu, 21 Juni 2015

Hari Lahirnya Pancasila



Pancasila 1 Juni 2012

gps

Sebelum Anda menyimak beberapa tanggapan tokoh masyarakat tentang Pancasila , coba lihat kembali teks pidato Bung Karno 1 Juni 1945 tentang PANCASILA

VIVAnews – Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD menilai banyak kebijakan pemerintah yang bertentangan dan melanggar konstitusi dan nilai-nilai Pancasila. Dalam catatan MK, tidak kurang dari 27 persen undang-undang yang diajukan ke MK, dibatalkan gara-gara melanggar konstitusi.

“Pelanggaran atas nilai-nilai Pancasila ini lebih berbahaya dibandingkan korupsi uang,” kata Mahfud usai acara Kongres Pancasila IV bertajuk Strategi Pelembagaan Nilai-nilai Pancasila dalam Menegakkan Konstitusional Indonesia, di UGM, Yogyakarta, Kamis 31 Mei 2012.

Menurut Mahfud, jika kebijakan dibuat dengan cara korupsi, maka korupsi akan berkesinambungan. Hasil kebijakannya pun kerap bertentangan dengan konstitusi.  “Jika korupsi dilakukan pada pembuatan kebijakan, maka akan menimbulkan korupsi berikutnya, sebab semua bersumber pada peraturan,” katanya. “Itulah yang sekarang banyak terjadi.”

Karena itu, dia tak heran bila kebijakan-kebijakan pemerintah banyak melanggar nilai-nilai Pancasila. “Karena pembuatan peraturan dan kebijakan banyak yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila,” katanya.

VIVAnews - Pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat gencar menyosialisasikan empat pilar bangsa: Pancasila, NKRI, Bhinneka Tunggal Ika dan UUD 45 ke seluruh lapisan masyarakat. Sejumlah penyuluhan digelar ke daerah-daerah, termasuk ke Bangka Belitung.

Namun, menurut Wakil Ketua MPR Lukman Hakim Saifuddin, kenyataannya justru elite penyelenggara negara kerap terang-terangan mempertontonkan pelanggaran terhadap nilai-nilai itu. Korupsi, kolusi dan nepotisme masih saja terjadi.

“Memang sosialisasi empat pilar tujuannya juga ke elite-elite,” kata Lukman di sela kunjungan kerja ke Bangka Belitung, Sabtu 12 November 2011.

Saat sosialisasi di Bangka Belitung, Lukman menemukan sendiri fenomena ketidakpedulian itu. Sosialisasi hari pertama dirancang untuk unsur musyawarah pimpinan daerah yakni Bupati, kejaksaan, kepolisian serta jajarannya. Sosialisasi kari kedua untuk para guru pengampu pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.

“Yang selalu hidup itu hari kedua karena guru-guru, dia punya kepedulian.  Tapi yang hari pertama enggak penuh yang datang, banyak yang diwakilkan. Tampaknya, elite kita tak cukup punya concern,” kata Lukman.

Menurut Lukman, tugas MPR menyosialisasikan itu tidak lengkap. Sebab, tidak ada kewenangan memaksa. “Itu kenapa perlu ada Badan Khusus agar libatkan kalangan intinya elite bagaimana kebijakan penyelenggara negara tak bertentangan dengan empat pilar. Hambatan MPR tak punya alat ‘memaksa’ lembaga ikut proses sosialisasi ini,” katanya.

Lukman mengungkapkan wacana pembentukan Badan Khusus itu sudah disampaikan pada Presiden. Menurut dia, setelah Badan Pembina Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila dihapuskan tak ada lembaga satupun yang melakukan kerja seperti itu. Kini, pembentukannya sedang dimatangkan.

“Kami sudah bertemu dengan presiden dan semua setuju perlunya badan khusus ini tak hanya sebagai pelaksana sosialisasi tapi juga pengkajian. Pancasila tak mungkin diajar kepada anak dengan metode seperti dulu, karena zaman berubah. Bagaimana mentranformasikan Pancasila ke dalam bahasa gaul misalnya. Pada pikiran kami harus ada badan khusus bagaimana empat pilar berada dalam ingatan segar. Jadi itu background perlunya ada badan khusus,” kata Lukman

VIVAnews – Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat, Taufiq Kiemas, menyatakan, Pancasila harus disosialisasikan secara terus-menerus kepada seluruh rakyat Indonesia.

Pancasila, lanjut dia, adalah konsep berbangsa dan bernegara yang paling tepat untuk bangsa Indonesia. “Karena Pancasila tumbuh dari Bumi Pertiwi, bukan dari teori,” kata Kiemas pada acara Sosialisasi Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika, yang diselenggarakan DPP Partai Golkar, di Jakarta, Kamis, 20 Oktober 2011.

Karena itulah, kata Kiemas, Negara Kesatuan Republik Indonesia tetap utuh hingga sekarang. “Kalau [Pancasila] ada teorinya, pasti kita sudah terpecah-belah dan tercerai-berai, karena pasti akan ada antitesanya,” katanya.

Pancasila, jelas Kiemas, juga bukan hasil meniru konsep berbangsa dan bernegara dari negara lain. Pancasila, yang disarikan dari nilai-nilai luhur budaya Indonesia oleh Bung Karno, tetap lestari dan tidak pernah ada konsep tandingannya yang dianggap cocok untuk bangsa Indonesia hingga sekarang.

Meski demikian, lanjutnya, Pancasila tentu tidak dapat didiamkan. Karena kalau begitu, Pancasila akan dilupakan atau bahkan dianggap tidak ada arti dan maknanya bagi bangsa Indonesia.

Pancasila harus disosialisasikan terus-menerus dan menyeluruh, sehingga seluruh lapisan masyarakat mampu memahami dan menghayatinya dengan baik.

Suami mantan Presiden RI Megawati Sukarnoputri itu mengaku sempat mencibir tindakan penguasa Orde Baru, Soeharto, yang melakukan indoktrinasi Pancasila terhadap warga negara.

“Saya dulu di jaman Pak Harto menganggap [sosialisasi] Pancasila itu sia-sia. Tapi, sekarang saya memahami bahwa itu adalah cara yang paling ampuh untuk tetap mempertahankan dan melestarikan Pancasila,” ungkapnya.

Karena itu, ia menyambut baik prakarsa Partai Golkar untuk mengadakan kegiatan sosialisasi tersebut.

VIVAnews – Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Marzuki Alie mengatakan bahwa jangan sampai Pancasila hanya menjadi dogma. Pancasila harus dipahami secara menyeluruh, baik azas maupun nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, agar tidak salah dalam implementasi.

“Jangan sampai menjadi dogma, padahal Pancasila ini yang tercantum dalam Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 harusnya kita pahami,” kata Marzuki Alie, usai upacara peringatan Hari Kesaktian Pancasila di Monumen Pancasila Sakti, Lubang Buaya, Jakarta, Sabtu, 1 Oktober 2011.

Terutama, Marzuki menyoroti, pemahaman demokrasi yang dianggap sebebasnya sebagai pandangan yang keliru. Karena Pancasila itu ada dalam pembukaan sehingga batang tubuh itu harus sesuai dengan preambule-nya.

“Demokrasi nggak bisa sebebas-bebasnya, kita harus tetap bermusyawarah. Orang gampang memfitnah dan menghakimi orang lain, itu di mana nilai-nilai ketuhanannya, itu harus sinkron,” kata dia.

Senada dengan Ketua DPR, Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik mengatakan, Pancasila adalah dasar dan ideologi bangsa. Untuk itu tugas rakyat Indonesia adalah melaksanakan Pancasila dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.

“Berkali-kali Pancasila ini sudah teruji. Kalau kita lengah sedikit saja, maka akan terkikis, maka setiap tahun kita perbaharui ikrar ini,” kata Menbudpar.

Jero melanjutkan, jika nilai-nilai Pancasila ini dikawal dan dilaksanakan dengan baik, maka hal-hal yang tidak baik tidak akan terjadi. “Misalnya sila keempat, kalau ada apa-apa maka bermusyawarahlah, karena kita ini satu bangsa,” kata Jero Wacik.

Kemudian, Jero Wacik mencontohkan, sila pertama yaitu “Ketuhanan yang Maha Esa”, harus diajarkan pada generasi penerus dan seluruh masyarakat agar memahami perbedaan umat beragama.

“Kita harus ajarkan pada anak-anak kita, masyarakat kita, bahwa semua umat beragama diberi kebebasan untuk melaksanakan ajaran agamanya dan menghormati umat lain. Ini yang hakiki, sehingga ketika dewasa itu tetap terbawa,” kata dia.

Sebelumnya, upacara peringatan hari Kesaktian Pancasila 1 Oktober 2011 dipimpin oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono selaku inspektur upacara. Presiden dan Ibu Negara serta Wakil Presiden beserta istri tiba pukul 07.55 di lokasi yaitu di Monumen Pancasila Sakti, Lubang Buaya, Jakarta Timur.

Peserta yang hadir dalam upacara adalah seluruh jajaran kabinet Indonesia Bersatu jilid II, Kepala Polri, Panglima TNI, pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat, pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat, pimpinan Dewan Perwakilan Daerah, pimpinan lembaga tinggi negara, dan perwakilan negara sahabat

VIVAnews - Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie melihat Pancasila semakin terpinggir di masyarakat. Pasca-Reformasi, Pancasila jadi jarang dibicarakan dan dikutip.

“Apakah bangsa Indonesia masih merasa bangga sebagai orang Indonesia,” kata Aburizal. “Masih adakah kesadaran kita atas Pancasila sebagai falsafah bangsa. Bisakah kita membayangkan Indonesia di masa depan jika Pancasila tidak lagi menjadi falsafah bangsa,” katanya dalam “Seminar Reaktualisasi Pancasila Dalam Pendidikan Nasional” yang digelar Fraksi Golkar di Ruang Pustakaloka DPR, Rabu 22 Juni 2011.

Di dunia pendidikan, Pancasila sudah tidak lagi menjadi mata pelajaran utama. “Ini ironis, padahal melalui program pendidikan, peserta didik tidak akan asing dengan Pancasila,” ujarnya. Ical menyarankan, Pancasila kembali jadi mata pelajaran wajib di sekolah. “Pancasila saya sarankan kembali menjadi pelajaran dan mata kuliah wajib sehingga mereka bisa menjelaskan apa itu Pancasila.”

Pancasila, kata Aburizal, memperkokoh moral karakter bangsa dan memahami ideologi dasar negara dan orientasi kehidupan ke depan. Kesenjangan yang paling mendasar adalah kesenjangan ideologi. Pancasila merupakan warisan utama pendiri bangsa yang merintis dan mempertahankan kemerdekaan bangsa.

Aburizal mengakui, posisi Pancasila mengalami pasang surut. Pernah kalanya Pancasila menjadi perdebatan politik di era 1950-an, lalu dipandang angker pada masa Orde Baru. “Dan kini Pancasila hilang dalam keseharian bangsa, terpinggirkan dan terlupakan dihembus angin global yang memasuki relung kehidupan bangsa,” katanya.

VIVAnews - Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan, Tjahjo Kumolo mengatakan pemerintah harus segera menjadikan Pancasila sebagai kurikulum wajib dalam pendidikan, baik dari SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi. Dia menilai, saat ini, masyarakat khususnya para generasi muda cenderung melupakan falsafah hidup bangsa Indonesia itu.

“Kami mengajak, semua mahasiswa dan semua kalangan muda, untuk mengakui keberadaan Pancasila, dan jadikan bulan ini Bulan Bung Karno,” ujarnya saat memberikan sambutan dalam diskusi di kantor PDI Perjuangan, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Senin, 6 Juni 2011.

Bahkan tidak hanya itu saja, politisi yang juga anggota DPR RI itu melihat, Bung Karno sebagai salah satu penggagas Pancasila juga mulai dilupakan jasa-jasanya. “Saat ini banyak kalangan muda sudah tidak peduli lagi dengan keberadaan Pancasila. Sebagai catatan, mengakui Bung Karno sebagai pejuang saja begitu sulit,” terangnya.

Tjahjo juga menegaskan alasan kenapa sampai sekarang PDI Perjuangan konsisten dengan sikapnya sebagai partai oposisi.

“Kenapa kami tidak mau bergabung dengan pemerintah, kami (ingin) menagih janji-janji dan hutang, terhadap presiden terpilih dan pidato saat pelantikan,” kata dia.

Oleh karena itu, dirinya dan partainya akan terus mengawal pemerintah dalam mengimplementasikan prinsip-prinsip hidup dalam Pancasila. Dia menghendaki agar seluruh pihak memiliki sikap atau kebijakan yang jelas bila dihadapkan pada persoalan-persoalan riil di dalam masyarakat. Misalkan dalam proses pengambilan keputusan salah satunya seperti dalam pembuatan perda-perda di seluruh wilayah Indonesia.

“Kami menolak pada pemerintah tentang Perda yang bertentangan dengan norma-norma dan sila-sila yang ada dalam Pancasila,” katanya. “Bersikap neteral dalam keadaan kritis, akan masuk ke dalam neraka jahanam. Negara dalam keadaan kritis, kita jangan bersikap netral, harus punya sikap,” ujarnya.

Sebelumnya, Menteri Pendidikan Nasional Muhammad Nuh telah menyatakan ideologi Pancasila akan kembali masuk kurikulum pendidikan mulai tahun depan. Pancasila akan masuk di semua tingkat pendidikan mulai sekolah dasar hingga perguruan tinggi.

“Nama mata pelajarannya, saya belum bisa tentukan. Yang pasti, secara eksplisit akan ada Pancasila-nya. Saya sudah buat tim untuk melakukan kajian terhadap hal itu,” kata Nuh kepada wartawan di sela acara pertemuan Menteri Pendidikan dari Negara Asia Tenggara dan Asia Timur di Nusa Dua, Bali, Minggu 5 Juni 2011

VIVAnews - Kerinduan masyarakat Indonesia terhadap ideologi Pancasila ramai lagi belakangan ini. Maraknya perilaku yang tidak mencerminkan nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara, membuat ideologi yang ditelurkan presiden pertama Indonesia tersebut kembali bergairah.

“Sejak dua tahun belakangan, Indonesia sedang demam Pancasila. Jadi, terus akan kita gelorakan,” kata Wakil Ketua MPR RI, Ahmad Farhan Hamid, di sela-sela pembukaan pelatihan untuk pelatih sosialisasi empat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara, di Sanur, Denpasar, Bali, Jumat malam, 3 Juni 2011.

Menurutnya, demam Pancasila ini merupakan titik balik bagi perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara. Diharapkan, semua lapisan masyarakat mampu mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dengan baik sehingga menjadi dasar dalam bertindak.

Demikian pula dengan para politisi di Senayan. Dengan mengimplementasikan kembali nilai-nilai Pancasila, mereka memunculkan perilaku dan etika politik yang sehat dalam koridor ideologi bangsa.

“Kami berharap segala hal akan kembali kepada etika politik sesuai Pancasila. Penegakan hukum dan relasi sosial juga demikian, dan aspek lainnya,” katanya.

Meski demikian, ia tak mau menanggapi berlebihan pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terkait hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa peran politisi terhadap implementasi nilai-nilai Pancasila hanya tiga persen. Menurutnya, hal tersebut merupakan penilaian masyarakat yang obyektif.

“Itu persepsi masyarakat. Itu tidak bisa ditolak. Itu penilaian masyarakat. Artinya, untuk memasyarakatkkan empat pilar Negara, masyarakat lebih percaya kepada tokoh agama ketimbang politisi, meski UUD menjadi menu sehari-hari poltisi di Senayan,” katanya.

Ia mengatakan, ketidakpercayaan publik terhadap politisi atas sosialisasi empat pilar negara merupakan wajar. Itu tak lepas dari munculnya kasus penyalahgunaan Pancasila untuk tujuan sesat yang melibatkan politisi. “Mungkin saja kalau politisi yang berbicara, jangan-jangan ideologi negara ditafsirkan sesuai dengan kepentingan politiknya,” ujarnya.

Sementara terkait pendidikan Pancasila yang akan dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan sekolah, ia sangat mengapresiasi. Nilai-nilai Pancasila memang harus kembali diajarkan di sekolah-sekolah. Harapannya, siswa dapat mengenal nilai Pancasila dengan baik agar bisa direkam dan didiskusikan sesuai konteks zaman.

“Kalau sudah diamalkan, sudah rapih bangsa kita. Dua tahun terakhir ini kita terus melakukan pengakttifan Pancasila. Dan, kami sangat mendukung jika Pancasila diajarkan kembali di sekolah-sekolah. Hanya, mungkin namanya yang berbeda (bukan Pendidikan Moral Pancasila),” ujarnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar