Minggu, 21 Juni 2015

Pembalasan Dalam Al-Qur’an



“Pembalasan” sebagai satu konsep, artinya adalah bahwa manusia dianjikan dengan kehidupan lain setelah kehidupan di dunia ini. Di sana kebaikan dan kejahatan yang pernah dilakukan selama kehidupan pertama di dunia, diperhitungkan. Arti pembalasan adalah, manusia dijanjikan dengan kehidupan baru setelah kematiannya, yang ia akan dihisab. Jika ia melakukan perbuatan baik, maka ia dibalas dengan kebaikan dan akan hidup bahagia; sebaliknya jika ia berbuat jahat, ia akan dihisab dan akan hidup menderita.

Meskipun konsepsi ini cukup sederhana, tetapi pandangan umat-umat terdahulu terhadapnya berbeda-beda. Di antara mereka ada yang mengingkarinya seraya mengatakan, “Kita datang dari tanah. Yang terjadi tidak lebih dari ‘rahim yang mendorong kita lahir, tanah yang menelan, dan tidak ada yang membinasakan kita selain waktu.’”

Ada umat yang mempercayainya, tetapi keliru dalam mengggambarkannya, misalnya bangsa-bangsa Mesir kuno. Mereka mempercayai hari Kebangkitan, mempercayai bahwa manusia itu terdiri dari badan dan ruh, dan bahwa manusia pasti akan dihisab atas segala yang pernah dilakukannya dalam kehidupan dunia, tetapi mereka berkeyakinan bahwa yang melakukan hisab tersebut ada dua belas orang hakim. Kemudian mereka mengatakan, “Manusia harus memindahkan kenikmatan yang diperolehnya di kehidupan dunia, ke kehidupan akhirat.” Tentu saja ini merupakan konsep yang salah, meskipun dasar pemikirannya benar.

Kemudian datanglah agama-agama untuk memperbaiki aqidah ini. Al-Qur’an juga datang dengan membawa pandangan-pandangan yang shahih. Al-Qur’an banyak menyebut dan mengulangnya, karena ia merupakan landasan kehidupan di dunia ini. Kita mendapati Al-Qur’anul Karim telah menegaskan adanya pembalasan ini.

“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yangmengerjakan kejahatan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat(balasan)nya pula.” (QS. Az-Zalzalah: 7-8)

“Tidakkah kalian perhatikanbahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan apayang ada di bumi? Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkanDia-lah yang keempatnya. Dan tiada (pembicaraan antara) limaorang, melainkan Dia-lah yang keenamnya. Dan tiada (pula) pembicaraanantara (jumlah) yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkanDia bersama mereka dimanapun mereka berada. Kemudian Dia akanmemberitakan kepada mereka pada hari kiamat apa yang telah merekakerjakan. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al- Mujadalah: 7)

“Kami akan memasang timbangan yang tepat pada harikiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikit pun. Danjika (amalan itu) hanya seberat biji sawi pun pasti Kami mendatangkan(pahala)nya. Dan cukuplah Kami yang menjadi pembuat perhitungan.” (QS. Al-Anbiya’: 47)

“Dan (pada hari itu) kalian lihat tiap-tiap umat berlutut.Tiap-tiap umat dipanggil untuk (melihat) buku catatan amalnya. Padahari itu kalian diberi balasan terhadap apa yang telah kalian kerjakan.(Allah berfirman,) ‘Inilah kitab (catatan) Kami yang menuturkan terhadapkalian dengan benar. Sesungguhnya Kami telah menyuruh mencatatapa yang telah kalian kerjakan.’ Adapun orang-orang yang berimandan mengerjakan amal shalih, maka Tuhan mereka memasukkan merekake dalam rahmat-Nya (surga). Itulah keberuntungan yang nyata. Danadapun orang-orang yang kafir (kepada mereka dikatakan), ‘Maka apakahbelum ada ayat-ayat-Ku yang dibacakan kepada kalian lalu kalianmenyombongkan diri dan kalian jadi kaum yang berbuat dosa?’” (QS. Al-Jatsiyah: 28-31)

Wahai Akhi, Al-Qur’anul Karim juga menegaskan bahwa kehidupan di akhirat itu dapat dibandingkan dengan kehidupan dunia. Sedangkan perbandingan kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat adalah sebagaimana perbandingan antara sesuatu yang ada dengan sesuatu yang tidak ada. “Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan,kalau mereka mengetahui.” (QS. Al-Ankabut: 64)

Wahai Akhi, makna ayat ini adalah, bahwa kehidupan pasti lebih sempurna di akhirat kelak. Al-Qur’anul Karim menyatakan bahwa perhitungan di sana dilakukan dengan sangat mendetail. Ia merupakan kehidupan yang kekal abadi. Sekarang muncul pertanyaan, bagaimanakah Allah subhanahu wa ta’ala memperlakukan orang-orang yang pencariannya berorientasi kepada akhirat?

Jika kita memperhatikan ayat-ayat Al-Qur’anul Karim, kita akan mengetahui bahwa Allah subhanahu wa ta’ala memperlakukan mereka dengan perlakuan yang seluruhnya baik. Adapun orang-orang yang pencariannya berorientasi kepada dunia, maka Allah subhanahu wa ta’ala memperlakukan mereka dengan perlakuan yang berujung kepada kepedihan.

“Barangsiapamenghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakanbaginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kamikehendaki.” (QS. Al-Isra’: 18)

Pemberian ini pada hakikatnya adalah penghalangan (dari pemberian di akhirat), bukan sungguh-sungguh pemberian dan berlakunya hanya “bagi siapa yang Kami kehendaki,” bukan bagi semua yang menginginkannya. Wahai Akhi, ini berarti bahwa Allah subhanahu wa ta’ala telah menghalangi mereka dari segala kenikmatan.

“Kemudian Kami tentukan baginya nerakaJahanam; ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir. Danbarangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arahitu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mukmin, maka merekaitu adalah orang-orang yang usahanya dibalasi dengan baik.” (QS. Al-Isra: 18-19)

“Dan barangsiapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan(pula) kepadanya pahala akhirat itu. Dan Kami akan memberi balasankepada orang-orang yang bersyukur.” (QS. Ali Imran: 145)

Wahai Akhi, Anda akan dapati orang-orang yang berorientasi akhirat termasuk orang-orang yang mendapatkan taufiq dan pertolongan, sedangkan orang-orang yang berorientasi dunia akan diabaikan, baik dalam kehidupan yang pertama maupun dalam kehidupan yang kedua. Tetapi hal itu menimpanya secara adil.

“Barangsiapa menghendaki kehidupandunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada merekabalasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka didunia itu tidak dirugikan.” (QS. Hud: 15)

Ini artinya, Allah subhanahu wa ta’ala memberinya kenikmatan dunia sesuai dengan kadar siksa yang akan diterimanya di akhirat.

“Barangsiapa yang menghendaki keuntungan di akhirat, akan Kamitambahkan keuntungan itu baginya dan barangsiapa yang menghendakikeuntungan di dunia, Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungandunia dan tidak ada baginya suatu bagian pun di akhirat.” (QS. Asy-Syura: 20)

Dengan demikian, wahai Akhi, Anda mendapati bahwa pencari kebahagiaan akhirat itu dijamin mendapatkan kesuksesan dalam semua kondisi. Mungkin ia akan memperoleh sesuai haknya, mungkin berlipat-lipat dari itu, atau dibalasi kebaikannya. Ia berada dalam ridha Allah.

Adapun para pencari dunia, ia pasti sengsara: “Janganlah sekali-kalikalian terperdaya oleh kebebasan orang-orang kafir bergerak di dalamsatu negeri.” (QS. Ali Imran: 196)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar