Minggu, 21 Juni 2015

Malaysia tidak mencuri Budaya Indonesia



VIVAnews - Rencana pendaftaran tari Tor-tor dan Gondang Sembilan asal Mandailing, Sumatera Utara, di Akta Warisan Kebangsaan Malaysia, memicu kontroversi. Kementerian Penerangan Komunikasi dan Kebudayaan Malaysia sudah mengklarifikasi. Satu hal yang ditegaskan, warga Mandailing di Malaysia diklaim sudah ada sejak 100 tahun lalu.

“Mereka mengklaim warga Mandailing di Malaysia berjumlah sekitar 500 ribu lebih. Mereka sudah berada di Malaysia sejak 100 tahun lalu,” kata juru bicara Kedutaan Besar RI di Kuala Lumpur, Suryana Sastradipraja, dalam perbincangan dengan VIVAnews, Senin 18 Juni 2012.

Warga Mandailing sudah turun-temurun berada di Negeri Jiran. Mereka juga membawa kebudayaan asli Mandailing selama di perantauan. Saat ini, warga Mandailing di Malaysia meminta kebudayaan-kebudayaan asli itu tetap dilestarikan.

“Secara umum begini, sekitar 60-70 persen warga Malaysia itu adalah keturunan Indonesia. Mereka datang ke Malaysia membawa budayanya masing-masing dan dipraktekkan di sini. Dan akhirnya, menjadi tradisi di Malaysia. Lalu ada persepsi, kebudayaan Indonesia dicuri,” kata Suryana lagi.

Suryana mempertanyakan kebudayaan-kebudayaan Indonesia yang mana yang dicuri Malaysia. Menurut Suryana, itu bukanlah klaim Malaysia. Mereka hanya ingin mencatatkan itu dalam Akta Warisan Kebangsaan demi kepentingan anggaran untuk pelestarian kebudayaan. (Mencatat dalam Akta warisan Kebangsaan yang bukan miliknya berarti Merampok Bukan Mencuri: bombo unyil)

“Sekarang begini, bila ada iklan promosi kebudayaan di Indonesia yang menggunakan busana jas. Apakah jas itu asli Indonesia? Jas itu sudah ada di seluruh dunia,” kata Suryana. (Pakaian Jas tidak pernah diklaim menjadi milik Indonesia : bombo unyil)

Hal berbeda disampaikan Guru Besar Hukum Internasional dari Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana. Menurut Hikmahanto, masyarakat Mandailing yang merantau bisa saja mempraktekan budaya yang mereka miliki. Namun, jangan sampai Malaysia sebagai negara memformalkan sebagai “milik” negara itu. Langkah itu dinilai salah besar.

“Ini berbeda dengan yang terjadi di Indonesia dimana komunitas China Indonesia memprekatekan budayanya, semisal Barongsay. Namun, pemerintah Indonesia tidak memformalkan sebagai miliknya,” kata Hikmahanto dalam keterangan tertulis.

Malaysia tidak mencuri Budaya Indonesia  hanya mengakui menjadi miliknya (mencatat dalam akta warisan Nasional), karena budaya Malaysia tidak mengenal kata Mencuri atau meram[pok.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar