Minggu, 21 Juni 2015

Laptop dan Keledai



Laptop dan Keledai
Imam Al Ghazali menertawai orang pintar yang bingung ketika keledainya lari dan menghilang ketika ia sedang istirahat dalam perjalanan pergi mengajar di kota lain. Masalahnya, di punggung keledainya terpikul banyak buku penting yang akan dipakainya mengajar di mana-mana.

Karena bukunya tidak ada maka sang orang pintar praktis tidak bisa mengajar, tidak bisa berceramah. Ia merasa tidak akan bisa mengemukakan apa-apa. Bahannya untuk mengajar dan berceramah memang semuanya ada di buku-buku yang dibawa lari oleh keledai yang menghilang entah ke mana itu.

Setelah ia mencari-cari keledainya namun tidak juga ketemu, terpaksa ia memutuskan pulang dengan kecewa karena tidak jadi mengajar dan berdakwah. Kesempatan untuk meraih pahala besar menjadi hilang.

Tapi itu cerita zaman dulu, bagaimana dengan sekarang?

Sekarang orang tidak perlu lagi pakai keledai membawa buku. Juga tidak perlu pakai kendaraan lain seperti mobil. Sekarang ribuan buku bisa sekali masuk dalam sebuah laptop tipis, atau bahkan dalam sebuah flash disk sebesar kelingking anak-anak, atau lebih kecil lagi, dalam memory card ukuran micro.

Tapi kejadian seperti dialami orang pintar zaman baheula itu ternyata tetap juga bisa dialami orang zaman super maju sekarang.

Sekarang ada juga orang pintar yang tiba-tiba panik menjelang akan mempresentasikan materinya (mengajar, pembicara dalam seminar) misalnya karena laptopnya terlupa, atau tidak bawa flash disk yang berisi materi presentasinya. Ada yang merasa kehilangan bahan sama sekali sehingga urung berbicara.

Ada yang masih bisa menyampaikan materi pembicaraan tapi ngelantur ke sana ke mari. Ada juga yang tetap bisa menyampaikan inti materi presentasinya dengan baik, walaupun tidak sesistematis kalau dia menggunakan power point.

Ternyata ironi orang pintar zaman dulu itu bisa juga terjadi pada orang pintar zaman super maju sekarang. Di mana letak masalahnya?

Locus ilmu di kalbu, kata Imam Al Ghazali. Klop dengan pernyataan Imam Syafi’i bahwa ilmu itu cahaya. Cahaya (ilmu) itu bersemayam pada diri (hati) manusia. Bila ilmu memang telah bersemayam di dalam diri manusia, maka bagaimana pun keadaannya maka ia tetap bisa mengutarakan ilmu yang telah dimilikinya atau ada pada dirinya.

Bila ia tidak mampu mengutarakannya, maka sesungguhnya memang belum ada yang dia miliki untuk diutarakan. Di situlah sebenarnya masalahnya.

Jadi, samalah bingungnya orang pintar pemilik keledai zaman dulu ketika keledainya raib membawa buku-bukunya dengan orang-orang pintar sekarang yang kelupaan laptop atau flash disk ketika akan presentasi.

Sama-sama bingung karena ilmu yang ingin dia sampaikan masih ada di buku atau di laptop. Padahal jika memang telah ada pada dirinya, dia bisa menggunakan berbagai macam cara untuk mentransmisikannya pada orang lain.

Zaman maju sekarang, teknik presentasi memang sudah amat canggih. Dengan laptop dan LCD projector orang tidak hanya menjadi mudah menyajikan materi ilmu tapi sekaligus bisa menyajikannya dengan menarik. Akan tetapi tetap saja semua peralatan canggih itu adalah (hanyalah) alat. Ia seharusnya tidak membuat orang pintar tidak bisa bikin apa-apa ketika bermasalah dengan alatnya.

Ilmu tetap ada dalam diri orang pintarnya sendiri, yang seharusnya sewaktu-waktu siap dikemukakan dengan berbagai macam metode atau cara. Kalau tidak bisa dikemukakan dengan alasan alat presentasinya lupa dibawa atau hilang, jangan-jangan yang mau dikemukakan memang belum ada. Bukan alatnya yang tidak ada (Oleh: Fuad Rumi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar