Minggu, 21 Juni 2015

Belalang dan Putri



 

Ambona terbujuk keinginan putrinya untuk menangkap belalang di sekitar rumah. Seusai hujan kemudian matahari sedikit bersinar, belalang banyak dijumpai lompat-terbang di sana-sini. Ambona menebak perkenalan pertama putrinya dengan binatang jenis itu adalah lewat televisi — tentang bocah yang sering berpetualang dan menangkap binatang kecil seperti belalang. …

Cukup lama, Ambona belum mendapatkan seekor pun. Ia menyadari pergerakannya tidak selincah binatang kecil itu. Ambona merasa capek, melangkah ke sana kemari sembari membungkuk mencari belalang. Tapi Ambona berusaha bersabar. Ia terhibur dengan semangat putrinya menangkap binatang lucu itu.

Ambona terkadang berpikir, mending waktu seperti ini ia gunakan membaca buku atau koran. Ia akan mendapat banyak informasi. Dengan membaca, ia akan mengetahui dunia lain dengan mudah dan murah. Dibanding menangkap belalang seperti ini.

Tapi putrinya sungguh gembira berlari ke sana-sini mengejar belalang. Eits, bukankah ini kesempatan yang mahal? Lihat bagaimana ia bergembira. Kegembiraan yang ia rasakan menular ke perasaan Ambona. Oya, tepat sekali, sebuah penelitian mengungkapkan bahwa kegembiraan seseorang dengan cepat menular kepada orang lain.

Kegembiraan berdampak sistemik yang positif kepada orang yang ada di sekitar kita. Berbeda dengan kemurungan dan kesedihan seseorang, tidak cepat berdampak kepada orang lain.

Ambona belum dapat menangkap seekor pun. Namun ia dijalari perasaan syukur “merasakan” hal seperti ini. Ia dapat melihat berbagai jenis rumput, tumbuhan liar, berbagai jenis batu, bunga kecil, bulu bunga, cacing, kadal, siput, kupukupu, daun kering, dan mencium bau tanah segar.

O, benarlah apa yang dikatakan Conficius bahwa semua ciptaan Tuhan di dunia mengandung keindahan tetapi hanya segelintir orang yang bisa dan mempunyai kesempatan merasakannya. Luangkan waktu untuk mendapatkan keindahan-keindahan itu. Berjalanlah kalian di muka bumi….

Ambona kian bersemangat membantu putrinya menangkap belalang. Terkadang ia berpura-pura menjatuhkan diri, membuat putrinya tertawa-tawa. Benar, ini adalah kesempatan yang mahal. Ini adalah kegembiraan yang tertular di antara kami dan matahari pun tertawa gembira bersama kami pagi itu.

Ambona teringat sebuah kisah tentang seorang ayah yang sangat sibuk. Suatu hari, putranya yang berusia lima tahun merengek untuk dimandikan oleh sang ayah, sekali saja. Namun sang ayah tak punya waktu untuk itu. Ia hanya mengusap rambut putranya kemudian melesat pergi ke tempat kerja.

Menjelang malam, sang ayah dikabari putranya demam tinggi. Sang ayah tetap melanjutkan aktivitasnya dan yakin istrinya dapat menangani masalah itu, lantaran pikirnya, itu demam biasa. Tiga jam kemudian, ia mendapat kabar putranya telah meninggal dunia.

Ketika ikut memandikan jenazah putranya, sang ayah itu tersentak. Pagi ketika akan berangkat kantor anaknya merengek untuk dimandikan. Sekarang, ia memandikan tapi dalam kondisi sang anak sudah tidak bernyawa. Menangislah sang ayah, sembari mengatakan berulang-ulang, “Ayah tengah memandikanmu, Sayang….”

Ambona dapat menangkap seekor belalang. Suka-cita ia berteriak, “Sayang, sini, aku telah mendapatkanmu seekor!”


Entri ini ditulis di Cerita Pendek dan ber-tag Cerita Pendek pada 16 Maret 2010.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar